Pemkot Makassar Gandeng Bukit Baruga Hadirkan TPS3R Mandiri, Jadi Percontohan Pengelolaan Sampah Modern
RAKYAT.NEWS, MAKASSAR – Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar kembali memperkuat komitmennya dalam menghadirkan sistem pengelolaan sampah modern berbasis kemandirian.
Upaya ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) kerja sama antara Pemkot Makassar dan Bukit Baruga terkait pengelolaan lingkungan melalui Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R) Bukit Baruga.
Penandatanganan berlangsung di Balai Kota Makassar, Kamis (18/9/2025), disaksikan langsung Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Helmy Budiman. Dari pihak swasta hadir Chief Executive Officer (CEO) Kalla Land & Property Ricky Theodores, selaku pengelola kawasan Bukit Baruga.
Kepala DLH Makassar Helmy Budiman menyebut, kerja sama ini merupakan pilot project pertama untuk kawasan perumahan yang mengelola sampah secara mandiri. “TPS3R ini salah satu upaya strategis untuk mengurangi timbulan sampah. Bukit Baruga menjadi kawasan perumahan pertama yang menerapkannya secara mandiri. Harapannya ke depan, seluruh kawasan perumahan baru juga mengikuti langkah ini,” ujarnya.
Menurut Helmy, kolaborasi tersebut menjadi langkah strategis Pemkot Makassar untuk memperluas implementasi sistem TPS3R yang mengutamakan pemilahan, daur ulang, dan pemanfaatan kembali, sekaligus mendorong keterlibatan sektor swasta dan masyarakat dalam menciptakan lingkungan kota yang bersih, sehat, dan berkelanjutan.
Pemkot berharap Bukit Baruga dapat menjadi percontohan kawasan hunian mandiri yang sukses mengelola sampah modern, sehingga dapat direplikasi di kecamatan dan kelurahan lain.
Helmy menambahkan, langkah ini juga mendukung program prioritas Wali Kota Makassar dalam menekan timbulan sampah rumah tangga, mengurangi beban Tempat Pembuangan Akhir (TPA), serta memperkuat ekonomi sirkular di tingkat kota. Menurutnya, model pengelolaan mandiri semacam ini penting agar TPA tidak lagi berfungsi sebagai tempat pembuangan terakhir, melainkan sebagai tempat pengolahan akhir, sehingga hanya residu yang benar-benar masuk ke TPA.
“Kami berharap kawasan lain seperti Tanjung Bunga atau Citra CPI juga dapat menerapkan sistem serupa,” katanya.
Helmy menjelaskan, sebelum MoU diteken, pihaknya telah melakukan riset dan pendataan. Dari hasil kajian, TPS3R Bukit Baruga melayani 840 kepala keluarga dengan potensi pengolahan sampah sekitar 2,5 ton per hari, atau sekitar 75 ton per bulan.
“Jika dikelola secara mandiri, kami memperkirakan hanya sekitar 13 persen sampah residu yang tersisa. Artinya, 87 persen sampah sudah terkelola melalui proses pemilahan, daur ulang, dan pemanfaatan kembali,” jelasnya.
Untuk mendukung keberlanjutan program, Pemkot menyiapkan insentif berupa pengurangan biaya retribusi. Helmy menuturkan, insentif itu diberikan sesuai jumlah tonase sampah yang berhasil dikelola secara mandiri.
“Semakin banyak kawasan yang melakukan hal yang sama, semakin kecil beban TPA dan semakin besar peluang kita mewujudkan Makassar sebagai kota dengan pengelolaan sampah modern dan berkelanjutan,” tegasnya.
Sementara itu, CEO Kalla Land & Property Ricky Theodores menyatakan kerja sama ini menjadi langkah strategis Bukit Baruga dalam mengelola sampah secara mandiri dengan mengedepankan tiga prinsip utama, yakni reduce, reuse, dan recycle.
“Intinya bagaimana sampah ini kami kelola sendiri dan berperan aktif mendukung program Kota Makassar dalam mengurangi dampak lingkungan yang buruk dari sampah,” kata Ricky.
Ricky menjelaskan, reuse berarti menggunakan kembali sampah yang masih dapat dimanfaatkan untuk fungsi yang sama atau berbeda, reduce berarti mengurangi potensi timbulan sampah sejak awal, sedangkan recycle berarti mendaur ulang sampah menjadi barang atau produk baru yang bermanfaat. Ia menambahkan, sistem ini akan mendorong warga Bukit Baruga melakukan pemisahan sampah sejak dari rumah. Sampah organik dan anorganik akan diolah di fasilitas TPS3R yang disiapkan, sementara residu yang tidak bisa didaur ulang akan dibuang ke TPA.
“Harapannya, jumlah sampah yang dikirim ke TPA akan berkurang signifikan,” ujarnya.
Ia menargetkan implementasi teknis program dimulai paling lambat Oktober 2025, setelah pembentukan tim teknis untuk menindaklanjuti kesepakatan MoU.
“Tahun ini tentunya, setelah penandatanganan MoU akan langsung ditindaklanjuti. Masih ada beberapa kerja sama yang harus diselesaikan, tapi target kami semua sudah berjalan dengan baik sebelum akhir Oktober,” pungkas Ricky. (*)
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan