RAKYAT.NEWS, MAKASSAR – Dalam rangka meningkatkan kualitas hidup MSM dan TG serta PWID, dibutuhkan wadah untuk saling bertemu, belajar dan saling medukung. Hal ini perlu dilakukan secara rutin dan bermakna karena diharapkan dapat berdampak pada mutu hidup pada MSM dan TG serta PWID, dan berdampak pada pemutusan rantai penularan HIV.

Baca Juga : Tanggap Darurat Banjir di Luwu, Gubernur Sulsel Salurkan Bantuan Senilai 2M

Perkiraan Asian Epidemic Model (AEM) terbaru menunjukkan bahwa ada 545.188 ODHA di Indonesia pada 2019 – 527.912, orang dewasa dan 17.276 anak-anak. 

Estimasi populasi kunci yang dilakukan pada tahun 2019 dan diperbarui pada Mei-Juni 2020 diperkirakan berkontribusi pada pengurangan jumlah infeksi baru tahunan. 

Estimasi populasi kunci yang dilakukan pada tahun 2019 dan diperbarui pada Mei-Juni 2020 diperkirakan juga berkontribusi pada pengurangan jumlah infeksi baru tahunan.

Hal itu diyakini karena diperkirakan 22.000 infeksi baru terjadi pada tahun 2030.

Maka dari itu Yayasan Gaya Celebes (YGC) yang konsen terhadap isu penanggulangan HIV/AIDS kembali mengumpulkan para stakeholder terkait, baik dari sektor pemerintah, LSM/NGO, swasta, serta pihak lainnya untuk mengevaluasi kerja kemitraan yang selama ini berjalan..

Tujuan kegiatan ini sebagai bentuk penguatan sinergitas dan komitmen bersama dalam program penanggulangan HIV/AIDS khususunya di kota Makassar.

Farid Satria dari Lembaga Persaudaraan Korban Napza Makassar (L-PKNM) mengatakan, hasil yang diharapakan pertemuan koordinasi ini meningkatnya pelaksanaan program pencegahan HIV/AIDS, adanya kesepakatan tentang mekanisme dunia kerja yang dapat dilaksanakan secara optimal.

“Kemudian membangun komitmen yang konsisten dan tanggung jawab bersama, serta terbangunnya kerjasama yang baik antar CSR YGC sebagai pelaksana, serta stakeholder lainnya,” terangnya.

Dari pertemuan tersebut Farid mengungkapakan terjadi sedikit Miss Komunikasi antar stakeholder.

“Memang banyak Miss komunikasi salah satunya beban penanggulangan HIV/AIDS harus lebih kepada Dinas kesehatan ternyata setelah kita analisis, ternyata Dinkes punya kepentingan tinggi, tapi secara power mereka rendah, dan sudah di disclaimer oleh Dinkes, bahwa kami tidak bisa bekerja tanpa bantuan dari LSM,” tukasnya.

Pemecahan persoalan  kata Farid akan ditindak lanjuti dengan  pertemuan berkelanjutan untuk mencari formulasi yang pas, sehingga kerja masing-masing stakeholder lebih maksimal. 

“Sehingga inilah kedepannya kita akan maksimalkan kerjasama ini supaya menemukan formulasi betul-betul yang bisa mendukung program HIV ini,” imbuhnya.

“Kesimpulannya pertemuan seperti ini akan terus berlanjut, senantiasa koordinasi untuk membangun mekanisme yang baik antara OPD, LSM, Swasta dll, supaya saling kolaboratif kerjanya,” tambahnya.

Sementara itu Praktisi Narkoba dan HIV/AIDS, Dr. Shanti Riskiyani, sebagai narasumber kegiatan mengungkapakan, program pencegahan HIV/AIDS ini kita masih bergantung di satu organisasi, sehingga progam ini belum berjalan secara optimal.

“Mau di OPD ataupun di LSM, itu masih sangat bergantung di satu organisasi, apalagi kalau orang-orangnya sudah  itu menjadi kendala di program,” terangnya.

Ia mengungkapkan persepsi terkait HIV dirasa belum sama antar stakeholder sejauh ini.

“Harusnya yang dibangun adalah sistem, paling tidak persamaan  persepsi ditiap organisasi untuk program penanggulangan HIV,” tuturnya.

“Setiap OPD punya kapasitas, tinggal kita lakukan kolaborasi saja. Misalnya dari dinas kesehatan mungkin tidak semua SDM nya itu punya pengetahuan yang baik tentang HIV, maka kerja samalah dengan Diskominfo untuk memberi edukasi dan informasi mengenai HIV0,” sambungnya.

Shanti menyampaikan, bukan hanya dari Dinas kesehatan tapi juga pentingnya kesadaran OPD lainnya terhadap isu HIV.

“Upaya membangun komunikasi bersama antar OPD itu harus terus berjalan, misalnya seperti pertemuan ini, karena jangan sampai kita merasa tidak mesti berperan karena sudah ada Dinkes yang menangani,” ucapnya

Lebih lanjut, Shanti mengemukakan  bahwa saat ini anggaran program penanggulangan HIV/ADS didanai oleh lembaga donor asing. Namun diharapakan kedepannya dana yang dipakai bisa melalui APBD pemerintah kota.

“Lembaga Donor itu kan sifatnya hanya sementara, sedangkan warga kota Makassar adalah tanggung jawab bersama atau pemerintah untuk menyelenggarakan masyarakat yang sehat. Jadi forum diskusi ini(HIV) bisalah kita menginisiasi kegiatan bersama, walaupun tidak besar tetapi bisa dimulai, contoh edukasi dirumah tahanan, dinas pendidikan memberi edukasi ke remaja disekolah,” pungkasnya.

“Kedepannya tidak perlu terlalu bergantung kepada lembaga donor yang sifatnya stimulan,” ujarnya.