MAKASSAR – Dewan Pendidikan Kota Makassar akan mengawal proses asesmen kepala sekolah (Kepsek) di Makassar. Proses asesmen diharapkan dilakukan secara objektif dan transparan hal ini disampaikan oleh Ketua Dewan Pendidikan Kota Makassar, Rudianto Lallo saat membuka Focuss Group Discussion, dikantor Dewan Pendidikan Makassar, pada Jumat (26/8/2022).

Baca Juga : Lantik Dewan Pimpinan Daerah APDESI, Ini Permintaan Gubernur Sulsel

“Mengawal Asesmen Kepala Sekolah di Makassar” katanya.

Rudianto Lallo mengatakan asesmen kepala sekolah harus sesuai dengan regulasi yang ada termasuk Permendikbud Nomor 40 tahun 2021 dan Peraturan Daerah Makassar Nomor 1 tahun 2019.

“Alhamdulillah Dewan Pendidikan juga dilibatkan dalam asesmen kepala sekolah di Makassar,” katanya.

Kepala Dinas Pendidikan Makassar, Muhyiddin dalam forum ini menjabarkan tahapan asesmen. Mulai dari admistrasi, ujian Computer Assessment Test (CAT), uji publik, hingga wawancara.

Muhyiddin menambahkan asesmen akan dilakukan untuk 314 Sekolah Dasar negeri dan 55 SMP negeri. Menurut dia, sesuai regulasi calon kepala sekolah harus berusia maksimal 56 tahun.

“Untuk menjaga transparansi, ada tahapan uji publik. Jadi masyarakat bisa memberi tanggapan terhadap calon kepala sekolah,” katanya.

Pakar pendidikan UNM Makassar, Prof Arismunandar yang hadir sebagai narasumber mengapresiasi kebijakan pemerintah kota Makasar yang akan melakukan asesmen. Mantan Rektor UNM Makasar itu menyebut asesmen penting dalam mengukur kinerja kepala sekolah.

Idealnya, kata dia, masa jabatan kepala sekolah cukup dua periode atau delapan tahun. Selain menjaga regenerasi pembatasan masa tugas kepala sekolah juga penting dalam menjaga kualitas pembelajaran di satuan pendidikan yang dipimpinnya.

“Biasanya kepala sekolah yang sudah lebih dua periode itu kompetensinya makin menurun. Karenanya masa tugasnya mesti dibatasi,” katanya.

Arismunandar juga mengusulkan tiga poin penting yang menjadi penilaian dalam asesmen kepala sekolah. Pertama dashboard atau hasil kerja yang mencakup akreditasi sekolah dan rapor mutu. Kedua, perilaku kerja masing-masing kepala sekolah dan ketiga asesmen kompetensi.

“Sekolah yang akreditasinya turun itu bukti kepala sekolahnya tidak cakap. Begitu juga kompetensi literasi dan numerasi dan status adiwiyata sekolah perlu jadi indikator,” katanya.

Halim Muharram yang juga menjadi narasumber memberi apresiasi terhadap penyelenggaraan asesmen kepala sekolah ini. Ia mengatakan di Makassar banyak sekolah yang dipimpin kepala sekolah berstatus pelaksana tugas.

“Banyak hal yang tidak bisa dilakukan oleh sekolah yang hanya dipimpin pelaksana tugas. Termasuk tidak bisa menandatangani ijazah dan mencairkan dana BOS,” katanya.

Sementara itu anggota Dewan Pendidikan Makassar, Zainuddin Djaka yang juga menjadi narasumber mengingatkan Dinas Pendidikan agar tetap berpedoman pada Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 1 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pendidikan.

Regulasi ini antara lain mengatur tentang pengisian jabatan kepala sekolah. Termasuk syarat khusus seperti pernah ikut calon kepala sekolah dan batas usia maksimum 56 tahun.

“Dinas Pendidikan Makassar harus tegas menjabarkan regulasi pembatasan usia 56 tahun itu. Misalnya calon kepala sekolah usianya harus di bawah 56 tahun,” katanya.

FGD dihadiri Kepala Dinas Pendidikan Makassar, Muhyiddin, dan pakar pendidikan UNM Makassar, Arismunandar serta Widyaprada Kemdikbud, Halim Muharram.