MAKASSAR – Organisasi profesi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan sejumlah elemen masyarakat, tetap bersikukuh menolak dan menggugat sejumlah pasal dalam rancangan undang-undang kitab hukum pidana (RUU-KUHP).

Menyemangati perjuangan menolak sejumlah pasal ancaman kebebasan berpendapat ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Makassar, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers dan Pewarta Foto Indonesia (PFI), sepakat membuat sekretariat bersama (sekber) dan rumah perjuangan kebebasan pers di Kota Makassar.

“Insyallah ini jadi rumah perjuangan bersama, melawan kebebasan pers,” kata Ketua AJI Kota Makassar Didit Hariyadi, di sela-sela syukuran sekretariat tiga organisasi jurnalis di Jl Raya Pendidikan G5/No 3, Gunungsari, Rappocini, Makassar, Kamis (1/9/2022) siang.

Jurnalis TEMPO ini berharap, sekretariat bersama ini sekaligus jadi rumah singgah bagi jurnalis, aktivis, kadet jurnalis, dan aktovis pers mahasiswa (persma) di Sulawesi Selatan.

“Kita juga sepakat, sebagian halaman depan jadi kedai kopi, seperti sekretariat AJI kota di Toddopuli, 7 tahun lalu,” ujar Didit.

Gagasan rumah perjuangan ini mendapat dukungan dari sejumlah senior AJI.

Tiga mantan Ketua AJI Kota Makassar; Muannas (2002-2005), Andi M Fadli (2005-2009), dan Nurdin Amir ((2018-2022), juga hadir.

Anggota Majelis Etik AJI Makassar Nurdin Amir, menyebut sekretriat bersama ini jadi rumah belajar dan berbagi jurnalis, aktivis pers, dan pers mahasiswa di Sulsel.

“Tidak hanya sekretariat, juga jadi rumah berlajar jurnalis dan persma. Sekaligus rumah perjuangan kemerdekaan pers di Makassar,” kata Nurdin.

Selama lima tahun terakhir, AJI Kota Makassar berkantor di kompleks Puri Taman Sari, Toddopuli, Makassar.
Bagi AJI, inilah kali pertama organisasi profesi jurnalis di Makassar, ini ‘berkolaborasi’ ruang kerja dan adminstratur bersama organisasi lainnya.

Ketua PFI Makassar Iqbal Lubis, bersyukur dengan sekretariat bersama ini.

“Syukur sekali teman-teman ini punya mabes kolaborasi. Kita mau bikin kedai kopi juga jasi ajang berbagi ilmu dan pengalaman ke adik-adik mahasiswa,” ujar jurnalis foto freelance TEMPO ini.

Dia menyebut bagi komunitas foto jurnalis, inilah kali pertama organisasi ini memiliki sekretariat representatif.
Sekadar diketahui, setahun terakhir, sejumlah kelompok jurnalis, aktis, tengah berjuang menolak setidaknya 16 pasal di RU-KUHP.

KUHP sekarang diberlakukan adalah KUHP produk hukum kolonial Belanda, yakni Wetboek van Strafrecht voor Nederlands-Indië.

Pengesahannya dilakukan melalui Staatsblad Tahun 1915 nomor 732 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918.
Menko Polhukam Mahfud MD, menyebut presiden sudah meminta mempercepat proses pengesahan RUU ini menjadi undang-undang.

Mahfud menerangkan, proses pembahasan RUU KUHP berlangsung lama karena perlu mengagregasikan berbagai kepentingan dan pendapat. “Saatnya kita akhiri perdebatan 59 tahun soal KUHP ini,” ujarnya.

Dia mengakui, pekerjaan ini tidak mudah dalam masyarakat majemuk, seperti Indonesia. Pemerintah terus menosialisasi serta menampung aspirasi publik berkaitan dengan RUU KUHP. Kini kemenkum HAM mulai diseminasu RUU ini ke sejumlah elemen masyarakat.
D

alam catatan Tribun, masalah di RUKHP 2022 memiliki potensi ancaman di RUU KUHP 2022/2023

Dalam Kajian Dewan Pers setidaknya ada 19 Pasal dengan 9 klaster ancaman.
1. Pasal 188 tentang Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara;
2. Pasal 218, 219 dan 220 tentang Tindak Pidana Penyelenggaraan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden;
3. Pasal 240, 241, 246 dan 248 tentang Tindak Pidana Penghinaan Pemerintah yang sah karena bersifat pasal karet;
4. Pasal 263 dan 264 tentang Tindak Pidana Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitaan Bohong.
5. Pasal 280 tentang Tindak Pidana Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan;
6. Pasal 302, 303 dan 304 tentang Tindak Pidana terhadap Agama dan Kepercayaan;
7. Pasal 351-352 tentang Tindak Pidana Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara;
8. Pasal 440 tentang Tindak Pidana Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik;
9. Pasal 437 dan 443 tentang Pindana Pencemaran.

Sementara dalam pandangan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) 14 pasal; 7 kluster

1. Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 218 ayat 1 & 2, Pasal 220, 240, 241).
2. Tindak Pidana Terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara (Pasal 353 ayat 1,2,3, Pasal 354);
3. Tindak Pidana Penghinaan (Pasal 439 ayat 1 & 2);
4. Penodaan agama (Pasal 304); Tindak Pidana terhadap Informatika dan Elektronika (Pasal 336).
5. Penyiaran Berita Bohong (Pasal 262 ayat 1 & 2, Pasal 263, Pasal 512);
6. Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan (Pasal 281);
7. Pencemaran Orang Mati (Pasal 445 ayat 1 s/d 4).

30 Juli 2021 – DPR menyetujui 4 Rancangan Undang-Undang (RUU) masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 dalam rapat paripurn. Dua diantara Rancangan Undang-Undang adalah RUU KUHP dan RUU ITE.

RUU KUHP merupakan satu dari sejumlah RUU yang gagal disahkan pada penghujung masa kerja DPR periode 2014 – 2019 setelah mendapatkan protes dari masyarakat sipil dan mahasiswa pada September 2019.
Pemerintah bersama Komisi III DPR kembali membahas RUU KUHP pada 25 Mei 2022.

RUU KUHP sendiri masuk dalam Prolegnas Jangka Menengah tahun 2020 – 2024 dan Prolegnas Prioritas 2022, yang rencananya akan diselesaikan pada masa sidang ke-V DPR RI tahun 2022.

4 Juli 2022 draf final RUU KUHP telah diselesaikan, 6 Juli 2022 Pemerintah menyerahkan draf RUU KUHP kepada DPR melalui rapat kerja bersama Komisi III DPR yang lantas menyepakati pembahasan draf RUU KUHP akan dilakukan secara tertutup.

EFEK JANGKA PANJANG
Pasal-pasal bermasalah di RKUHP ini dapat menjadi ancaman bagi kemerdekaan pers, yang sudah dijamin dalam UU Pers No. 40 Tahun 1999.

Baca Juga : AJI Indonesia Desak Pencabutan 19 Pasal RKUHP