RAKYAT.NEWS, MAKASSAR – Unilever Indonesia melalui Pepsodent bersama Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia (AFDOKGI), dan Asosiasi Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Indonesia (ARSGMPI) kembali menggelar Bulan Kesehatan Gigi Nasional (BKGN) 2023 di berbagai wilayah Indonesia, dengan mengangkat tema “Senyum Indonesia, Gigi Kuat Mulut Sehat”.

BKGN 2023 kembali memberikan perawatan gigi gratis, yang semakin dibutuhkan seiring meningkatnya risiko gigi berlubang di tengah masyarakat, khususnya masyarakat Kota Makassar yang dapat merasakan layanan gigi gratis selama tiga hari (8/10/11) di Universitas Muslim Indonesia (UMI).

“Di Kota Makassar terdapat 51 Rumah Sakit, 4 RSGM, 47 Puskesmas, 35 Pustu, dan 187 Klinik. Dari semua sarana kesehatan yang ada, kita bisa menjalankan tugas masing-masing dengan membuat masyarakat percaya bahwa saat ini kita bisa menyelenggarakan new normal lifestyle dengan inovasi, sosialisasi dan edukasi. Saya merasa berbangga hati sekaligus memberikan penghargaan kepada panitia BKGN yang diselenggarakan oleh FKG UMI. Dengan adanya acara BKGN ini, Pemerintah Kota Makassar sangat mengharapkan dapat membantu memulihkan permasalahan kesehatan di Indonesia, utamanya di Kota Makassar,” kata Kepala Dinas Kesehatan kota Makassar, dr. Nursaidah Sirajuddin, dalam keterangan resmi, Rabu (8/11).

Head of Professional Marketing Personal Care Unilever Indonesia, drg. Ratu Mirah Afifah menyampaikan bahwa lebih dari 75 tahun, Pepsodent terus mewujudkan purpose untuk mendukung edukasi serta perawatan gigi dan mulut.

“Upaya tersebut menjadi krusial karena saat ini masyarakat Indonesia kian rentan mengalami gigi berlubang akibat konsumsi gula yang semakin tinggi. Bahkan di 2023, konsumsi gula per kapita diproyeksi meningkat hingga 9% dari 2019,” katanya.

Pengetahuan masyarakat tentang risiko gula bagi kesehatan gigi dan mulut juga masih harus ditingkatkan. Survei Pepsodent menunjukkan bahwa 66% orang tua sebenarnya merasa khawatir akan kesehatan gigi dan mulut mereka karena asupan gula, namun di sisi lain 58%-nya menganggap anak-anak boleh menerima asupan gula yang tinggi atau bahkan tidak mengetahui batas yang dianjurkan.