RAKYAT.NEWS, MAKASSAR – Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (Kanit PPA) Satreskrim Polrestabes Makassar, IPTU Syahuddin Rahman mengatakan bersama dengan DP3A Makassar, serta Shelter warga telah melakukan segala upaya untuk mencegah kekerasan perempuan dan anak. Hal ini diungkapkan IPTU Syahuddin, saat membawakan materi pada kegiatan Koordinasi dan Sinkronisasi Pelaksanaan Kebijakan Program dan Kegiatan Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Lingkup Kota Makassar, Senin, (27/11/23)

“Upaya yang dilakukan selama ini sudah luar biasa DP3A tidak berhenti bersama kami bergerak terus ini unit PPA dan juga didampingi shelter warga yang sudah bekerja dalam menangani kekerasan permpuan dan anak,” katanya.

Muncul pertanyaan mengapa kekerasan pada anak kian meningkat, padahal pengawasan perempuan dan anak sudah kuat hingga di kecamatan melalui shelter warga.

Ia menjelaskan banyaknya laporan kasus kekerasan terhadap perempuan, membuat Unit PPA Polrestabes Makassar cukup kewalahan.

“Saya sudah kurang lebih 5 tahun di PPA ini, tapi ketika saya jadi Kanit ini mulai juga letih, karena banyaknya kasus, titipan-titipan itu harus 24 jam memfaktakan, apakah bisa lanjut atau dipulangkan dulu, itu yang siksa kita di unit PPA,” tukasnya.

Kata IPTU Syahuddin kasus kekerasan pada perempuan kian mengalir tiada henti. Ia berterima kasih kepada DP3A yang selama ini sangat membantu unit PPA Polrestabes.

“Kasus ini memang nuansanya bergerak terus. Saya terima kasih kepada unit PPA, Shelter warga dan DP3A, yang selalu mendampingi sangat membantu kami,” ujarnya.

Ia melanjutkan salah satu kasus yang cukup banyak terjadi pada anak khusunya perempuan ialah kekerasan seksual melalui prostitusi online melalui apliaksi.

IPTU Syahuddin menerangkan faktor penyebab hal itu terjadi akibat ekonomi yang lemah.

“Pertama adalah soal ekonomi, kemudian bagaimana solusi yang bisa dijalankan dengan baik, kalau regulasinya itu sudah luar biasa, di undang-undang perlindungan anak itu pasal 81 dan 82 itu sudah jelas sekali,” tuturnya.

Dia menuturkan aplikasi Bernama Me chat paling popular digunakan para remaja perempuan menjajakan dirinya.

“Sekarang ini Me Chat ini luarbiasa merusak anak kita, salah satunya jalan bagaimana me chat ini di tutup, karena persoalan pembuktiannya (Sulit),” imbuhnya.

Persoalannya ialah UU hanya menjerat Mucikari dan pengguna/pelanggan dari anak yang menjual dirinya di aplikasi tersebut

“Mereka sendiri yang menjual dirinya sendiri, kalau ada mucikarinya kita bisa jerat, tapi lewat me chat ini dia korban dia juga pelaku itu yang menyulitkan kita,” paparnya.

“Sehingga ada beberapa kasus yang di kejaksaan bolak balik berkasnya, pertama karena dia jaksa minta bagaimana isi Me chat nya ini dibuka oleh ahlinya, kalua kita di polda dan di Mabes untuk buka itu, itu bisa menjadi bukti,” cetusnya.

Menurutnya perlu diskusi antar pemangku kepentingan untuk membicarakan sejumlah aplikasi yang kerap digunakan untuk praktek prostitusi.

“Saya sampaikan bahwa kita bisa duduk Bersama dari pihak polisi, kejaksaan, pengadilan, tentang bagaimana kita mengantisipasi ini, karena kalau menutup me chat ini bukan ranah kami ini,” imbuhnya.

IPTU Syahuddin berharap agar segera dibuat regulasi terhadap anak perempuan yang menjual dirinya lewat praktek prostitusi online.

“Sehingga saya harap para petinggi ini bisa membuat regulasinya supaya Ketika ada yang menjual dirinya sendiri bisa dijerat uu, agar ada efek jera,” kuncinya.