“Sikap negara kita terhadap keberadaan visa ziarah belum jelas hukumnya, apakah black atau white. Karena kita abu-abu, sebaiknya legalkan saja visa ziarah itu. Kalau tidak mau akomodir, apa jalan yang baik, karena keinginan masyarakat untuk berangkat haji seperti banjir besar, tidak bisa dibendung,” kata Bunyamin.

Bunyamin memaparkan bahwa Pemerintah Arab Saudi memang memberi celah dengan menerbitkan celah visa ziarah. Indikasinya, Arab Saudi membuka diri dengan menyiapkan pesawat langsung Jakarta- Riyadh. Saudi, tambahnya, memang menutup Riyadh tapi membuka Jeddah.

Namun demikian, Bunyamin mengakui dari sisi penyelenggaraan visa ziarah terdapat penyalahgunaan penggunaan visa haji. Jangan bungkus visa ziarah dengan haji khusus. Karena itu pelanggaran. “Haji dalam keadaan menyogok, apa fatwanya?” kata dia.

Pembicara ketiga, Dr. Hj. Saenab, menyampaikan bahwa visa ziarah bisa dipandang dari sisi kemafsadatan dan kemashalatannya. Ia mengatakan, visa ziarah sangat tepat ditolak karena kemudharatannya lebih besar dibanding kemashlatannya.

“Hal itu bisa kita lihat dari data yang ada. Misalnya, tahun 2019 ada 50 orang jamaah yang hanya sampai di Bandara Dammam dan Abu Dhabi. Lainnya adalah kerugian dana yang dialamai calon jamaah hingga ada yang dipenjara,” papar Hj. Saenab.

Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Makassar, Anregurutta Syekh Dr. H. Baharuddin HS. MA., memberikan beberapa catatan untuk solusi problematika penyelenggaraan Ibadah haji ke depan.

Syekh Baharuddin mengusulkan untuk memperluas kawasan yang menjadi area untuk penyelenggaraan ibadah haji. Hal ini untuk mengakomodir besarnya antusias masyarakat untuk menyelenggarakan ibadah haji, dibuktikan dengan lamanya daftar tunggu.

“Saya berpikir, seharusnya Mina sudah bisa diperluas, Arafah bisa diperluas, dan Musdalifah bisa diperluas dengan surat keputusan penetapan oleh Pemerintah Arab Saudi. Bukankah Masjidil Haram juga sudah mengalami perluasan. Seperti kata Rasulullah, kalau Masjid Haram diperluas diperluas sampai Yaman, maka sampai di Yaman termasuk kawasan Masjidil Haram,” jelas Syekh Baharuddin.