RAKYAT NEWS, MAKASSAR – Problematika ibadah haji, terutama penggunaan visa ziarah belum berhenti menggelinding di tengah masyarakat. Karena itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Makassar, Sulawesi Selatan, menggelar diskusi publik bertema Problematika dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji, Selasa 30 Juli 2024, di Hotel Golden Tulip Makassar.

Diskusi publik itu dibuka Staf ahli Bidang Kemasyarakatan dan Pengembangan SDM Pemkot Makassar, Aryati Puspasari Abady, mewakili Walikota Makassar. Peserta diskusi berasal dari MUI se-Kecamatan Makassar, kementerian agama, dan puluhan agen travel perjalan haji dan umroh.

Kabid Penyelenggaraan Ibadah Haji Kemenag Sulsel, Iqbal Ismail, menyatakan, visa ziarah sangat mencoreng penyelenggaraan ibadah haji tahun ini. Padahal, pemerintah dan penyelenggara telah bekerja keras untuk menyukseskan penyelenggaraan ibadah haji.

“Berdasarkan fatwa Pengurus Harian Syuriah NU, menyatakan bahwa haji dengan visa non haji atau visa ziarah itu sah tapi cacat. Kalau sekedar ziarah ke makam rasululllah, silakan. Tapi kalau mau haji dan umrah, ya harus pakai visa haji dan visa umrah,” kata Iqbal Ismail, yang tampil sebagai pembicara pertama.

Menurutnya, adanya masyarakat yang memanfaatkan visa ziarah karena memang rata-rata daftar tunggu di Sulsel mencapai 47 tahun. Saat ini, daftar tunggu haji di Sulsel mencaai 243.068 calon jamaah. Karena waiting list yang lama, makanya banyak masyarakat yang mau ambil jalan pintas.

“Oleh karena itu, untuk menyikapi hal ini, majelis ulama perlu memberikan fatwa sebagai pencerahan kepada warga Makassar mengenai visa ziarah ini,” harap Iqbal.

Ketua Himpunan Penyelenggaran Umrah dan Haji (HIMPUH) Sulsel, Bunyamin Yapid, yang menjadi pembicara kedua, justru mengusulkan keberadaan visa ziarah dilegalkan oleh Pemerintah Indonesia. Menurutnya, visa ziarah adalah visa yang diterbitkan Pemerintah Arab Saudi secara sah dan legal.

“Sikap negara kita terhadap keberadaan visa ziarah belum jelas hukumnya, apakah black atau white. Karena kita abu-abu, sebaiknya legalkan saja visa ziarah itu. Kalau tidak mau akomodir, apa jalan yang baik, karena keinginan masyarakat untuk berangkat haji seperti banjir besar, tidak bisa dibendung,” kata Bunyamin.

Bunyamin memaparkan bahwa Pemerintah Arab Saudi memang memberi celah dengan menerbitkan celah visa ziarah. Indikasinya, Arab Saudi membuka diri dengan menyiapkan pesawat langsung Jakarta- Riyadh. Saudi, tambahnya, memang menutup Riyadh tapi membuka Jeddah.

Namun demikian, Bunyamin mengakui dari sisi penyelenggaraan visa ziarah terdapat penyalahgunaan penggunaan visa haji. Jangan bungkus visa ziarah dengan haji khusus. Karena itu pelanggaran. “Haji dalam keadaan menyogok, apa fatwanya?” kata dia.

Pembicara ketiga, Dr. Hj. Saenab, menyampaikan bahwa visa ziarah bisa dipandang dari sisi kemafsadatan dan kemashalatannya. Ia mengatakan, visa ziarah sangat tepat ditolak karena kemudharatannya lebih besar dibanding kemashlatannya.

“Hal itu bisa kita lihat dari data yang ada. Misalnya, tahun 2019 ada 50 orang jamaah yang hanya sampai di Bandara Dammam dan Abu Dhabi. Lainnya adalah kerugian dana yang dialamai calon jamaah hingga ada yang dipenjara,” papar Hj. Saenab.

Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Makassar, Anregurutta Syekh Dr. H. Baharuddin HS. MA., memberikan beberapa catatan untuk solusi problematika penyelenggaraan Ibadah haji ke depan.

Syekh Baharuddin mengusulkan untuk memperluas kawasan yang menjadi area untuk penyelenggaraan ibadah haji. Hal ini untuk mengakomodir besarnya antusias masyarakat untuk menyelenggarakan ibadah haji, dibuktikan dengan lamanya daftar tunggu.

“Saya berpikir, seharusnya Mina sudah bisa diperluas, Arafah bisa diperluas, dan Musdalifah bisa diperluas dengan surat keputusan penetapan oleh Pemerintah Arab Saudi. Bukankah Masjidil Haram juga sudah mengalami perluasan. Seperti kata Rasulullah, kalau Masjid Haram diperluas diperluas sampai Yaman, maka sampai di Yaman termasuk kawasan Masjidil Haram,” jelas Syekh Baharuddin.

Pada sesi tanya jawab, para peserta terlihat sangat antusias dalam merespon pandangan dari para pemateri. Peserta diskusi mengajukan berbagai argumentasi atas pandangan mereka tentang problematika visa ziarah untuk dalam penyelenggaraan ibadah haji.