RAKYAT NEWS, MAKASSAR – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar, Apiaty Amin Syam, telah menyelenggarakan acara penyebaran informasi mengenai produk hukum daerah, yaitu sosialisasi Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Guru, di Hotel Maxone, pada Jumat (19/4/2024).

Acara sosialisasi Perda Perlindungan Guru ini dihadiri oleh dua narasumber, yaitu Chairul Tallu Rahim dan Kepala Bagian Humas dan Protokol DPRD Makassar, Syahril. Para peserta kegiatan berasal dari warga daerah pemilihan (Dapil) I Kota Makassar.

Apiaty, biasa dipanggil dengan sebutan Apiaty, menjelaskan bahwa Perda ini merupakan produk hukum daerah yang baru disahkan 2 tahun yang lalu. Sosialisasi seperti ini merupakan kewajiban bagi setiap anggota DPRD Kota Makassar, termasuk dalam menyampaikan aturan Perda mengenai Perlindungan Guru kepada masyarakat.

“Perda ini menjadi acuan atau pedoman dalam melaksanakan tugas dan fungsi para guru-guru kita saat mengajar,” jelas Apiaty.

Seorang politisi dari Fraksi Partai Golkar ini menjelaskan lebih lanjut, bahwa regulasi ini bertujuan untuk mengurangi dan mencegah segala bentuk kekerasan terhadap guru, termasuk ancaman dan diskriminasi terhadap para Guru di Kota Makassar agar mereka merasa lebih nyaman dalam menjalankan tugas mengajar.

“Dulu, anak atau siswa sering mendapat ancaman dan diskriminasi sehingga lahir Perda Tentang Perlindungan Anak. Nah, dalam perjalanannya, Guru mengalami hal serupa sehingga mereka mengadu ke DPRD maka lahirlah perda ini. Aturan ini menjadi payung hukum Guru kita di Kota Makassar,” tegasnya.

Apiaty juga menceritakan bahwa Perda tentang Perlindungan Guru ini disusun setelah anggota tim mendengarkan keluhan para guru mengenai tindakan intimidasi atau ancaman yang mereka alami saat mengajar.

“Perda ini butuh waktu enam bulan untuk menyelesaikan regulasi ini. Bahkan, dalam perjalan sempat ada penolakan. Namun karena komitmen kita terhadap Perlindungan Guru, maka diselesaikan hingga disahkan di 2022 kemarin,” jelasnya.

Sementara itu, salah satu narasumber acara, Chairul Tallu Rahim, menjelaskan bahwa Perda ini dibuat karena sering kali siswa melaporkan guru mereka ke polisi atas dugaan perlakuan kasar, tanpa adanya bukti konkret. Oleh karena itu, diperlukan Perda mengenai Perlindungan Guru.

“Sekarang itu banyak dari siswa kita melapor ke polisi karena hanya cubitan biasa. Karena tidak ada payung hukum, maka guru mudah dipolisikan. Belum lagi, guru dibully oleh siswa sehingga dengan adanya perda ini bisa melindungi guru saat melakukan tugas,” ucapnya.

Namun demikian, tambahnya, Perda Tentang Perlindungan Guru tidak berarti memberikan kebebasan kepada para guru untuk bertindak sewenang-wenang terhadap siswa. Dengan adanya payung hukum tersebut, guru pun dapat dihukum jika melakukan tindakan yang melanggar aturan.

“Jadi ada semua hal terkait guru, mulai dari tugas, fungsi, hingga sanksi jika melanggar Perda Tentang Perlindungan Guru ini,” cetusnya. (*)