RAKYAT NEWS, MAKASSAR – Suasana Kampus I UIN Alauddin Makassar pada Jumat, 13 Juni 2025, dipenuhi ratusan mahasiswa dan dosen yang antusias menghadiri kuliah umum bertajuk “Kesehatan Islam, Kini dan Nanti: Narasi Australia”.

Acara ini diselenggarakan oleh Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Alauddin Makassar.

Kegiatan tersebut menjadi ruang inspiratif yang mempertemukan wawasan keislaman, sejarah, dan pengalaman global dalam satu forum ilmiah.

Kuliah umum ini dibuka secara resmi oleh Dekan FKIK, Dr. dr. Dewi Setiawati, M.Kes., Sp.OG. Dalam sambutannya, ia menyambut baik inisiatif ini sebagai langkah memperluas cakrawala berpikir mahasiswa, khususnya dalam memahami dimensi Islam dalam konteks kesehatan dan hubungan antarbangsa.

Acara ini dimoderatori oleh dr. Nurhira Abdul Kadir, MPH., Ph.D., Ketua Prodi Pendidikan Dokter, yang juga alumni dari University of New South Wales (UNSW), Australia.

Narasumber utama dalam kegiatan ini adalah Dr. Amin Hady, Lc., M.A., tokoh Muslim Indonesia yang kini tinggal di Australia.

Ia adalah pendiri sekaligus Chairman The Foundation of Islamic Studies and Information (FISI), serta menjabat sebagai Religious Adviser to the Australian Federation of Islamic Councils (AFIC).

Turut mendampingi Dr. Amin, hadir pula Haidir Fitra Siagian, dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin, yang juga pernah menjadi Ketua PRIM NSW tahun 2021/2022.

Dalam pemaparannya, Dr. Amin Hady membahas secara mendalam tentang posisi Islam dalam membentuk hubungan sosial lintas negara.

Menurutnya, hubungan antara Indonesia dan Australia bukan sekadar hubungan diplomatik formal atau kedekatan geografis. Lebih dari itu, keduanya memiliki ruang pertemuan nilai-nilai kemanusiaan yang sejalan dengan ajaran Islam, seperti keadilan, kesederhanaan, dan saling menghormati.

Ia mencontohkan bagaimana Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memberi teladan dalam membina relasi sosial.

Nabi sangat menekankan pentingnya memperlakukan tetangga dengan baik, hingga sempat menyangka bahwa tetangga akan termasuk ahli waris karena seringnya Malaikat Jibril mengingatkan soal hak-hak mereka.

Prinsip ini, menurut Dr. Amin, sangat relevan diterapkan dalam membangun hubungan antarmasyarakat dan antarbangsa, termasuk antara umat Islam Indonesia dan komunitas global di Australia.

Dr. Amin juga mengangkat fakta menarik mengenai budaya pemerintahan di Australia yang sangat sederhana dan egaliter.

Para pejabat tidak hidup dalam kemewahan mencolok; rumah dinas mereka berada di lokasi yang biasa, tanpa penjagaan berlebihan. Hal ini mencerminkan nilai kepemimpinan yang merakyat, yang menurut Dr. Amin sangat sejalan dengan prinsip-prinsip Islam seperti kesederhanaan (zuhud) dan tanggung jawab sosial.

Salah satu bagian yang sangat menggugah dalam kuliah ini adalah saat Dr. Amin membahas sejarah panjang Islam di Australia. Banyak orang tidak tahu bahwa kehadiran Islam di Australia sudah dimulai sejak abad ke-18.

Pada sekitar tahun 1750, para pelaut dan nelayan dari Makassar telah menjalin hubungan dengan suku Aborigin di wilayah Arnhem Land, Northern Territory. Mereka datang untuk menangkap teripang, tetapi juga meninggalkan jejak budaya dan spiritual.

Jejak Islam berlanjut pada abad ke-19 dengan hadirnya para Afghan cameleers, pekerja Muslim dari Asia Selatan yang membantu membuka wilayah pedalaman Australia menggunakan unta.

Mereka mendirikan masjid-masjid pertama di Australia, seperti Masjid Marree di Australia Selatan yang berdiri sejak tahun 1861. Meskipun sederhana, masjid ini menjadi simbol penting kehadiran Muslim di tanah benua tersebut.

Selain itu, pada dekade 1870-an, para penyelam dari wilayah Nusantara—termasuk orang Melayu Muslim—juga datang ke utara Australia untuk berburu mutiara.

Mereka ikut memperkaya keragaman etnis dan agama di pesisir Australia. Menariknya, hingga kini masih ada warga Australia dengan nama belakang seperti Ahmad, Sholeh, atau Muhammad, yang merupakan jejak sejarah Muslim awal, meskipun identitas keagamaan mereka kadang telah melebur.

Menurut Dr. Amin, sejarah ini penting untuk terus disuarakan agar umat Islam tidak merasa sebagai pendatang baru, tetapi sebagai bagian dari sejarah panjang masyarakat global, termasuk di Australia.

Pemahaman ini akan memperkuat peran umat Islam sebagai agen perubahan sosial yang damai dan inklusif.

Kegiatan kuliah umum ini tidak hanya memperluas wawasan mahasiswa tentang kesehatan Islam dan kehidupan Muslim di Australia, tetapi juga memberikan pemahaman baru tentang pentingnya diplomasi nilai dan sejarah.

Melalui acara seperti ini, mahasiswa diharapkan tidak hanya fokus pada keilmuan kedokteran semata, tetapi juga terbuka terhadap konteks global dan multikultural yang semakin relevan di era sekarang.