Warga Bira dan Walhi Sulsel Tolak Pembangunan PLTSa Makassar, Peringatkan Bahaya Doksin bagi Kesehatan
RAKYAT.NEWS, MAKASSAR – Penolakan terhadap rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Kelurahan Bira, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar, terus menguat.
Warga sekitar bersama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Selatan) yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Menolak Lokasi Pembangunan PLTSa (GERAM PLTSa) menilai proyek tersebut berpotensi menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan dan keselamatan masyarakat.
Kepala Divisi Transisi Energi Walhi Sulsel, Fadli, mengungkapkan bahwa proyek PLTSa tersebut dinilai melanggar ketentuan tata ruang dan belum mendapatkan persetujuan dari warga terdampak.
“Penetapan lokasi ini melanggar tata ruang, karena TPA itu seharusnya ditetapkan dari pusat. Tapi ini dilakukan tanpa persetujuan warga setempat,” ujarnya saat berdialog dengan masyarakat di lokasi proyek.
Fadli menjelaskan, status proyek yang diklaim sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) justru menimbulkan kebingungan di lapangan karena dinilai dipaksakan tanpa memperhatikan kondisi lingkungan dan aspirasi warga.
“Masih rancu, karena katanya proyek strategis nasional, jadi ditabrak saja meski tidak sesuai dengan kondisi lokasi dan keinginan masyarakat,” tambahnya.
Lebih lanjut, Walhi Sulsel menyoroti minimnya edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya emisi dioksin (dioxin) yang dihasilkan dari proses pembakaran sampah pada PLTSa.
Fadli menegaskan, zat beracun tersebut dapat menyebabkan gangguan sistem imun, kelainan kulit, gangguan hormon, hingga kanker, terutama jika terpapar dalam jangka panjang.
“Bahaya dioksin ini sangat serius. Sekali terpapar, dampaknya bisa bertahun-tahun terhadap kesehatan manusia, terutama anak-anak dan ibu hamil,” tegasnya.
Salah satu warga Bira, Akbar, menyampaikan bahwa masyarakat masih terus berjuang agar proyek PLTSa tidak dilanjutkan.
“Kami masih terus berjuang agar proyek ini tidak terjadi. Akan ada dampak besar bagi lingkungan,” ujarnya.
Ia menambahkan, warga sempat dihadapkan pada berbagai tekanan saat menyuarakan penolakan.
“Kami masyarakat tentu merasa khawatir, karena beberapa kali kami berjuang tapi ada sinyal proyek ini akan tetap jalan. Kami takut akan terjadi konflik di masyarakat,” kata Akbar.
Akbar juga mengaku bahwa sebagian warga pernah diiming-imingi kompensasi untuk mendukung proyek tersebut, namun tetap menolak karena tidak ingin mengkhianati perjuangan mereka.
“Kami pernah diiming-imingi beberapa hal, tapi kami berpikir, masa setelah sejauh ini berjuang menolak, lalu kami harus mengkhianati perjuangan itu,” ungkapnya.
Sementara itu, tokoh masyarakat Azis menyebut pihaknya bahkan mendapat tekanan dari aparat di tingkat kecamatan dan kelurahan.
“Kami sampai dapat ancaman, disuruh jangan terlalu vokal. Karena ini dianggap proyek negara, banyak warga takut kalau menolak bisa dipenjara,” katanya.
Azis juga menilai sosialisasi yang dilakukan oleh pihak perusahaan pelaksana, PT SUS, tidak transparan dan tidak menyeluruh.
“Sosialisasinya tidak melibatkan semua warga. Hanya orang-orang tertentu yang diajak. Mereka bilang tidak ada dampak, bahkan dijanjikan bantuan listrik dan air,” tuturnya.
Namun janji itu justru menimbulkan kecurigaan di kalangan masyarakat.
“Kenapa tidak diajak semua masyarakat? Kenapa hanya beberapa orang? Warga jadi marah. Apalagi sosialisasi berikutnya di masjid juga tidak membahas lahan, hanya janji-janji soal fasilitas dan pekerjaan bagi warga terdampak,” ucapnya.
Ia menegaskan, warga tetap akan menolak karena merasa tidak dilibatkan dan khawatir terhadap dampak lingkungan serta sosial.
“Kami mendapat arahan dari Walhi, Lapar, dan LBH untuk menuntut hak kami. Tapi sampai sekarang belum ada tindak lanjut nyata dari Pemkot Makassar maupun DPRD,” kata Azis.
Senada dengan itu, warga lainnya Mimin berharap Wali Kota Makassar segera meninjau ulang lokasi proyek.
“Kalau bisa ditinjau ulang, karena lokasi PLTSa ini sangat dekat dengan permukiman warga. Kalau bisa dipindahkan atau bahkan dibatalkan,” ujarnya.
Hingga kini, lebih dari 400 keluarga telah menandatangani petisi penolakan pembangunan PLTSa. Warga menegaskan bahwa perjuangan mereka bukan sekadar mempertahankan tempat tinggal, tetapi juga melindungi hak atas lingkungan yang sehat dan aman dari paparan bahan beracun seperti dioksin.
BAHAYA SENYAWA DIOKSIN BAGI TUBUH
Sebelumnya, Nexus3 Foundation, Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI), dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan menggelar diskusi bersama jurnalis di Kafe Sinrilik, Jalan Statistik, Sabtu (8/11/2025) siang, untuk membahas potensi bahaya dari proyek tersebut terhadap kesehatan dan lingkungan.
Dalam kegiatan itu, perwakilan Nexus3 Foundation, Annisa Maharani, menjelaskan bahwa proses pembakaran sampah pada teknologi insinerator PLTSa berpotensi menghasilkan gas beracun dioksin dan furan.
Menurutnya, dua jenis senyawa ini sangat berbahaya bagi manusia karena dapat menyebabkan kanker, gangguan sistem hormon, dan masalah pada sistem reproduksi.
“Senyawa dioksin ini tidak membahayakan iklim, tetapi membahayakan manusia. Karena efeknya tidak langsung sekarang, nanti setelah beberapa tahun baru dirasakan dampaknya,” ujarnya.
Sebagai bentuk pembuktian, Annisa menampilkan hasil riset Nexus3 Foundation terhadap dua proyek PLTSa yang sudah beroperasi, yakni PLTSa Jatibarang di Kota Semarang dan PLTSa Putri Cempaka di Kota Solo.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar gas dioksin di kedua lokasi tersebut melampaui ambang batas tindakan, yakni mencapai lebih dari 2 pikogram (pg).
Lebih jauh, Annisa mengungkapkan bahwa dampak pencemaran tidak hanya terbatas pada udara, tetapi juga menyebar ke rantai makanan di sekitar area proyek. Dalam penelitian yang sama, ditemukan bahwa hewan ternak milik warga, seperti ayam yang berkeliaran di sekitar area PLTSa, telah terkontaminasi zat beracun tersebut.
“Berdasarkan penelitian kami, ayam warga yang dilepas liarkan mencari makan di sekitar area PLTSa itu ternyata mengandung racun secara tidak langsung. Jika dikonsumsi, senyawa dioksin itu tentu sangat berbahaya jika masuk ke tubuh manusia,” jelasnya.
Annisa menegaskan bahwa temuan ini menjadi peringatan serius bagi pemerintah dan masyarakat agar lebih berhati-hati terhadap proyek PLTSa di kawasan padat penduduk.
Ia berharap hasil riset tersebut dapat menjadi dasar bagi evaluasi kebijakan energi berbasis pembakaran sampah di Indonesia. (Farez)








Tinggalkan Balasan