“Yang paling penting adalah menjaga keamanan dari seluruh pelaksanaan kegiatan ini. Yang menang, tolong dirangkul yang kalah. Yang kalah, konsolidasi ke yang menang,” tegasnya.

Ia mengingatkan bahwa perpecahan hanya akan merugikan masyarakat, terutama ketika ego atau dendam pribadi memengaruhi pelayanan publik. RT/RW, kata Munafri, merupakan perpanjangan tangan pemerintah di wilayah masing-masing.

“RT/RW yang terpilih ini adalah kepanjangan tangan pemerintah. Seluruh bentuk intervensi, apakah itu bantuan, support, sumbangan, akan turun melalui ketua-ketua RT ini,” jelasnya.

Karena itu, ia menekankan bahwa jabatan ketua RT bukan bidang untuk mencari gengsi atau bersantai. Tugas tersebut menuntut komitmen dan kesediaan bekerja untuk kepentingan warga.

“Kalau mau jadi ketua RT baru mau santai-santai, itu salah alamat. Karena ketua RT nanti itu pasti akan sangat sibuk,” katanya.

Ia juga meminta calon maupun pendukung yang kalah agar tidak membawa ego pribadi yang justru merugikan warga. Menurutnya, menarik diri dari kegiatan sosial atau memisahkan diri hanya akan memperburuk pelayanan publik.

“Coba bayangkan kalau yang kalah hanya karena ego pribadinya mengajak pendukung untuk tidak mau bergabung. Kasihan pendukung-pendukung ini. Tidak akan mendapatkan sesuatu karena ego satu orang,” ujarnya.

Lebih jauh, Munafri menjelaskan syarat domisili bagi calon ketua RT diperlukan agar pemimpin yang terpilih memahami karakteristik wilayah dan kondisi warganya.

“Supaya tahu orang-orang yang ada itu yang terpilih jadi ketua RT. Tahu kondisi wilayahnya, tahu siapa yang miskin, tahu siapa yang perlu bantuan, tahu siapa yang sakit,” jelasnya.

Ia menegaskan kembali bahwa pemilihan RT/RW bukan ajang adu kekuatan atau persaingan keras, melainkan sarana memastikan hadirnya figur yang mampu menjadi koordinator dan penghubung efektif antara warga dan pemerintah.

YouTube player