Sementara Nur Salam, S.Sos., M.Pd., memandu praktik pengolahan Bakso Ikan Tenggiri Daun Kelor dengan pendekatan ilmiah namun mudah dipahami. Peserta diajarkan tentang komposisi bahan, teknik pencampuran, serta eksplorasi rasa alami tanpa bahan pengawet.

Dalam sesi diskusi, St. Aminah Muing, salah satu peserta dari Pulau Saugi, menyampaikan ketertarikannya terhadap aspek visual produk.

“Bagaimana caranya membuat warna bakso lebih menarik tapi tetap alami?” tanyanya. Narasumber menjelaskan bahwa penggunaan konsentrasi tapioka yang tepat dan pewarna alami dari sayuran lokal seperti bayam atau wortel bisa menjadi solusi dan peluang inovasi produk kuliner.

Kepala Desa Mattiro Kanja, Musakkir, S.Pd.I., juga menyampaikan apresiasinya.

“Kami bersyukur karena masyarakat kami diberi ilmu dan semangat untuk mengembangkan potensi lokal menjadi peluang usaha. Semoga Poltekpar terus mendampingi kami ke depannya,” tuturnya.

Hal senada disampaikan Camat Liukang Tupabbiring Utara, Husni Tamrin, SE., M.Tr.AP. Ia menilai kehadiran Poltekpar Makassar berbeda dari kebanyakan institusi pendidikan.

“Banyak perguruan tinggi datang menyampaikan rencana, tapi baru Poltekpar Makassar yang langsung bertindak. Kami berharap program ini berlanjut dan berdampak nyata bagi ekonomi keluarga nelayan di wilayah kami,” ujarnya.

Lebih dari sekadar pelatihan kuliner, kegiatan ini menumbuhkan semangat wirausaha, memperkuat jejaring komunitas, serta membangun rasa percaya diri masyarakat di kawasan pulau.

Program ini merupakan kontribusi nyata pendidikan vokasi dalam mendorong pariwisata inklusif dan berkelanjutan di wilayah geopark yang kaya potensi alam dan budaya.

YouTube player