Kuliah Umum UIN Alauddin Makassar: Kesehatan Islam dan Diplomasi RI-Australia
Ia mencontohkan bagaimana Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memberi teladan dalam membina relasi sosial.
Nabi sangat menekankan pentingnya memperlakukan tetangga dengan baik, hingga sempat menyangka bahwa tetangga akan termasuk ahli waris karena seringnya Malaikat Jibril mengingatkan soal hak-hak mereka.
Prinsip ini, menurut Dr. Amin, sangat relevan diterapkan dalam membangun hubungan antarmasyarakat dan antarbangsa, termasuk antara umat Islam Indonesia dan komunitas global di Australia.
Dr. Amin juga mengangkat fakta menarik mengenai budaya pemerintahan di Australia yang sangat sederhana dan egaliter.
Para pejabat tidak hidup dalam kemewahan mencolok; rumah dinas mereka berada di lokasi yang biasa, tanpa penjagaan berlebihan. Hal ini mencerminkan nilai kepemimpinan yang merakyat, yang menurut Dr. Amin sangat sejalan dengan prinsip-prinsip Islam seperti kesederhanaan (zuhud) dan tanggung jawab sosial.
Salah satu bagian yang sangat menggugah dalam kuliah ini adalah saat Dr. Amin membahas sejarah panjang Islam di Australia. Banyak orang tidak tahu bahwa kehadiran Islam di Australia sudah dimulai sejak abad ke-18.
Pada sekitar tahun 1750, para pelaut dan nelayan dari Makassar telah menjalin hubungan dengan suku Aborigin di wilayah Arnhem Land, Northern Territory. Mereka datang untuk menangkap teripang, tetapi juga meninggalkan jejak budaya dan spiritual.
Jejak Islam berlanjut pada abad ke-19 dengan hadirnya para Afghan cameleers, pekerja Muslim dari Asia Selatan yang membantu membuka wilayah pedalaman Australia menggunakan unta.
Mereka mendirikan masjid-masjid pertama di Australia, seperti Masjid Marree di Australia Selatan yang berdiri sejak tahun 1861. Meskipun sederhana, masjid ini menjadi simbol penting kehadiran Muslim di tanah benua tersebut.
Selain itu, pada dekade 1870-an, para penyelam dari wilayah Nusantara—termasuk orang Melayu Muslim—juga datang ke utara Australia untuk berburu mutiara.

Tinggalkan Balasan