Helmy menjelaskan, pengelolaan sampah diarahkan sesuai mandat pemerintah pusat, yakni terbagi ke dalam tiga tahapan: hulu, media, dan hilir. Di bagian hulu, Pemkot telah menerbitkan Perwali Nomor 13 Tahun 2025 tentang retribusi persampahan, serta menyiapkan surat edaran kewajiban pemilahan sampah rumah tangga.

“Ini menjadi pijakan awal agar masyarakat ikut berperan aktif sejak dari sumber sampah,” kata Helmy.

Armada baru maupun sarana pengolahan sampah nantinya akan didistribusikan ke 153 kelurahan dan TPS3R, bahkan bisa dialokasikan ke kecamatan sesuai kebutuhan di lapangan.

“Semua langkah ini adalah bagian dari strategi besar Pemkot menuju Makassar Bebas Sampah. Kami ingin memastikan masyarakat merasakan perubahan nyata, baik dari sisi layanan pengangkutan maupun pengelolaan sampah berbasis lingkungan,” tegas Helmy.

DLH juga mengaktifkan kembali bank sampah berbasis RT/RW yang terintegrasi dengan program Tanam, Pelihara, dan Tanata (Tanami Tanata) serta urban farming.

“Pak Wali sudah menginstruksikan agar setiap RT/RW mulai melakukan pengolahan sampah, baik melalui biopori, eco enzyme, maggot, maupun komposter,” jelas Helmy.

Untuk mendukung target capaian 51,2 persen pengelolaan sampah pada 2025, DLH menyiapkan 10 ribu komposter rumah tangga, 100 ribu biopori, dan pengembangan sentra maggot. Sentra tersebut akan dibangun di beberapa kecamatan, salah satunya Panakkukang yang telah disiapkan pasca kunjungan Wakil Wali Kota Makassar.

Helmy menegaskan, penguatan pengolahan sampah tidak hanya dilakukan di daratan, tetapi juga di wilayah kepulauan. Sejumlah metode baru seperti penggunaan insinerator berstandar lingkungan kini tengah dikaji untuk pengelolaan residu sampah.

“Target besar kita adalah Makassar Bebas Sampah 2029. Karena itu, semua upaya baik pengurangan di sumber, pengolahan, hingga penyediaan sarana harus kita kerjakan masif mulai 2025 hingga 2026 mendatang,” pungkasnya. (*)

YouTube player