Prof Adi kemudian mengulas studi kasus Bencana Sumatra 2025, ketika siklon tropis memicu hujan ekstrem hingga 400 mm/hari, menyebabkan banjir bandang dan banjir genangan terjadi bersamaan di beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) besar.

Dirinya menegaskan, degradasi hulu, urbanisasi pesisir, serta melemahnya sistem penyangga ekologi memperburuk dampak bencana. Kondisi tersebut menjadi peringatan dini bagi Sulsel yang memiliki kesamaan karakteristik kerentanan.

“Kasus Sumatra sangat relevan bagi Sulawesi Selatan, mengingat karakteristik geomorfologi dan kondisi sosial-ekonomi wilayah ini. Topografi kontras, DAS pendek dan curam, serta urbanisasi pesisir meningkatkan potensi banjir perkotaan dan banjir bandang. Dalam konteks ini, penguatan mitigasi, tata kelola lahan, dan kesiapsiagaan regional menjadi kunci untuk mengurangi dampak bencana hidrometeorologi ekstrem di masa depan,” tambah Prof Adi.

Prof Adi menekankan, bencana Sumatra merupakan peringatan bahwa siklon dan hujan ekstrem dapat berdampak besar meski pusatnya jauh dari daratan.

Sulawesi Selatan berada pada titik krusial, sehingga adaptasi harus dilakukan sejak sekarang. Dengan kolaborasi akademisi, pemerintah, dan masyarakat, diharapkan Sulsel mampu membangun ketangguhan wilayah menghadapi era new normal hidrometeorologi.

Melalui kegiatan ini, Pusat Studi Kebencanaan Unhas menegaskan komitmennya untuk menjadi pusat keilmuan yang berperan aktif dalam penguatan ketangguhan wilayah menghadapi risiko bencana. Diskusi ini diharapkan menjadi rujukan penting bagi pemangku kepentingan dalam membangun strategi mitigasi yang lebih adaptif, berbasis sains, dan berorientasi jangka panjang. (*)

YouTube player