“Berkaca pada pengalaman di atas, upaya penundaan Pemilu harus diwaspadai. Apalagi sudah terdapat tindakan nyata dari para elit politik untuk merealisasikan penundaan itu. Bukti bahwa penundaan Pemilu tidak sekedar bahaya “laten”, tetapi sudah “termanifestasikan”adalah sikap dari anggota kabinet Presiden Jokowi yang secara terbuka medeklarasikan keinginan menunda Pemilu atau menambah masa jabatan presiden,” ungkap Sulaeman.

Sikap itu diiringi dengan dukungan dari ketua umum partai-partai koalisi pemerintah yang menguasai mayoritas parlemen secara mutlak di DPR. Mulai dari Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia, Ketua umum Partai Kebangkitan Bangsa, Muhaimin Iskandar, Ketua umum Partai Amanat Nasional, Zulkifli Hasan, Ketua umum Partai Golkar, Airlangga Hartanto, hingga Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan. Bunyi sahut menyahut bak orkestrasi politik itu merupakan pertanda keseriusan para elit politik disekeliling istana.

Sulaeman juga menganggap sikap politik untuk menunda Pemilu itu merupakan pembangkangan terhadap konstitusi. Bertentangan dengan ketentuan Pasal 22E ayat (1) dan (2) UUD 1945, yang mengatur mengenai asas periodik Pemilu yang harus dilaksanakan reguler dalam waktu tertentu (fix term), yaitu 5 tahun sekali.

“Selain penundaan Pemilu, upaya perpanjangan masa jabatan juga hendak dipaksakan lewat penambahan masa jabatan menjadi 3 (tiga) periode melalui pintu amandemen konstitusi. Kedua upaya tersebut sama berbahayanya bagi demokrasi konstitusional kita,” lanjutnya.

Para elit politik ini “amnesia” dengan suasana batin Rakyat Indonesia yang dulu rela menukar darah dan air matanya demi menumbangkan rezim otoritarian Orde Baru Suharto yang berkuasa selama 32 tahun.

“Lantas apa motif dan kepentingan para elit politik ini untuk terus berupaya memperpanjang masa jabatan Presiden? Alasan perbaikan ekonomi dan kecintaan Rakyat terhadap Presiden Jokowi, sebagaimana yang kerap dijadikan propaganda penundaan Pemilu oleh elit politik penyokong perpanjangan masa jabatan itu jelas merupakan 2 (dua) alasan yang konyol dan mengada-ada. Keduanya tidak dapat diterima oleh nalar sehat publik. Padahal publik mengetahui motif utamanya adalah mengamankan “lapak bisnis” para pemburu rente, yang selama ini kadung merasa nyaman karena mendapatkan begitu banyak memperoleh keistimewaan dimasa pemerintahan Presiden Jokowi ini,” kata Sulaeman.