Iskandar melihat TP tidak punya kemampuan untuk itu, tidak pede. Maka harus dibangunkan.

“Pare-Pare itu jumlah pemilihnya 200 ribu saja. Sedangkan di tingkat provinsi warganya jutaan orang, dengan beragam suku, agama profesi dan sebagainya Sebagai wali kota dia mungkin bisa saja maen pecat yang dia tidak suka, tapi di partai tidak boleh begitu,” ujar Iskandar.

Ditegaskan juga, Manajer itu bukan komandan. Sedangkan TP, menurutnya, kelihatan belum siap sebagai pemimpin partai.

“Dia masih kelihatan, memandang seseorang, berdasarkan unsur suka dan tidak suka. Sebagai dirijen atau manajer, dia harus mengetahui semua potensi-potensi menjadi harmoni, bisa membesarkan partai. Jangan hanya memikirkan dirinya sendiri dulu,” tutur Iskandar yang juga pernah menjadi Plt. Ketua DPD Partai Golkar di Kabupaten Sinjai.

Ditandaskannya, dirinya mengkritisi hal ini, bukan karena membenci atau tidak suka dengan TP pribadi, tapi demi kebesaran Partai Golkar.

Iskandar menilai TP tidak mampu menjadi dirijen yang baik. TP, katanya terobsesi ingin menjadi calon gubenur, sehingga orang-orang yang dianggap menghambat jalannya langsung dipotong.

“Padahal seharusnya, saat ini dia sebagai ketua harus berjuang dulu, agar kursi pileg di Pemilu 2022 naik,” ujarnya.

Selanjutnya, kata Iskandar, TP harus mampu membedakan bahwa sekarang dia sedang memimpin partai politik, bukan sekumpulan relawan TP.

“Barisan relawan tidak ada aturan atau kontsitusi yang baku. Di partai, jika ada yang berbeda pendapat dengan anda penyelesaiannya di forum resmi. Bikin rapat pleno. Jangan anda rapat dengan orang-orang yang sepaham dengan anda saja. Tidak boleh begitu. Kalau sekumpulan relawan TP silahkan mengurus sendiri menjadi gubernur atau presiden,” katanya.

Jika TP mengelola partai seperti ini terus, tanpa ada teguran atau koreksi dari DPP, Iskandar tidak yakin Golkar bisa mempertahankan, 13 kursi DPRD Prov dari 11 Dapil.