FEB Unhas Cetak Tiga Guru Besar, Dorong Reformasi Akuntansi Era Digital
RAKYAT NEWS, MAKASSAR – Menjelang 77 tahun usianya, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Hasanuddin Makassar mengantar tiga dosennya untuk dikukuhkan sebagai guru besar pada Selasa (6/5/2025).
Ketiga guru besar tersebut, Prof. Dr. Amiruddin, SE.,Ak., M.Si., CA., CPA (guru besar bidang audit laporan keuangan), Prof. Dr. Grace Theresia Pontoh, SE.,Ak., M.Si., CA (guru besar ilmu sistem informasi akuntansi) dan Prof. Dr. Darmawati, SE., Ak., M.Si., CA., CRA., Asean CPA, (guru besar bidang ilmu akuntansi pemerintahan).
Ketiga guru besar yang telah berkarya puluhan tahun tersebut menyimpulkan bahwa perkembangan teknologi digital telah mengubah secara fundamental lanskap akuntansi, baik di sektor publik maupun swasta.
Di era transformasi digital ini, sistem informasi akuntansi tidak lagi hanya berfungsi sebagai alat pencatatan transaksi keuangan, tetapi juga menjadi instrumen strategis dalam memastikan integritas, efisiensi, serta akuntabilitas lembaga.
Artificial Intelligence (AI), Enterprise Resource Planning (ERP), dan reformasi kebijakan akuntansi kini menjadi komponen kunci dalam upaya mewujudkan tata kelola keuangan yang lebih transparan dan berkelanjutan.
Prof. Amiruddin mengungkapkan salah satu isu paling krusial dalam praktik akuntansi adalah fraud atau kecurangan laporan keuangan, yang berdampak serius terhadap kredibilitas informasi keuangan dan kepercayaan publik.
Teknologi Artificial Intelligence (AI) kini digunakan secara luas untuk mendeteksi pola anomali, prediksi perilaku manipulatif, dan menganalisis data keuangan secara real-time guna mengidentifikasi indikasi kecurangan secara dini.
Berbagai studi menunjukkan bahwa penerapan AI dalam audit dan pelaporan keuangan mampu meningkatkan efektivitas pengawasan internal serta menurunkan risiko fraud yang sulit dideteksi secara manual. Lebih lanjut dijelaskan bahwa penerapan kecerdasan buatan (AI) dalam audit bukan untuk menggantikan auditor manusia, melainkan untuk mendukung kerja mereka secara strategis. Auditor tetap penting karena mampu memberikan analisis mendalam dan pemahaman konteks berdasarkan pengalaman.
Sementara itu, AI membantu memproses data dalam jumlah besar dengan cepat dan akurat, sehingga bisa mendeteksi potensi kecurangan lebih efisien. Kolaborasi antara AI dan auditor dapat meningkatkan efektivitas audit, memperkuat transparansi, dan mempercepat identifikasi risiko.
Dengan kemajuan teknologi, kerja sama ini menjadi solusi untuk menghadapi tantangan audit yang makin kompleks. AI berperan sebagai alat bantu, agar auditor dapat lebih fokus pada strategi dan memberi nilai tambah bagi klien serta pemangku kepentingan.
Namun demikian, menurut dosen yang pernah menjabat sebagai ketua departemen akuntansi tersebut mengungkapkan bahwa adopsi teknologi AI tidak terlepas dari berbagai tantangan yang perlu diatasi.
Tantanganya meliputi kebutuhan akan data berkualitas tinggi, ketidakpastian dalam menghadapi pola kecurangan baru, serta isu keamanan data dan privasi.
Selain itu, keterbatasan sumber daya manusia yang memiliki keahlian dalam bidang AI, biaya investasi yang tinggi, dan regulasi yang belum sepenuhnya jelas turut menjadi hambatan dalam implementasi AI.
Untuk mengatasi tantangan tantangan ini, diperlukan strategi yang komprehensif, termasuk pengembangan teknologi yang lebih adaptif, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan pembentukan kebijakan yang mendukung inovasi teknologi.
Senada dengan itu, Prof. Grace mengungkapkan bahwa AI IoT, dan big data menjadi pusat perhatian untuk menciptakan sistem yang efisien dan manusia-sentris.
Peran akuntan mengalami transformasi signifikan, dari tugas manual menuju peran strategis sebagai analis dan mitra manajemen.
Sistem ERP menjadi tulang punggung SIA, menawarkan manfaat seperti informasi real-time, efisiensi, fleksibilitas, dan peningkatan transparansi serta kontrol internal.
Namun, proses transformasi ini menghadapi berbagai tantangan teknis seperti integrasi sistem lama dan risiko keamanan, serta tantangan perilaku seperti resistensi terhadap perubahan dan rendahnya adaptabilitas.
Prof. Grace yang pernah menjabat sebagai Kepala Laboratorium Akuntansi FEB itu menegaskan bahwa dalam menghadapi transformasi ini, rekomendasi strategis yang mencakup penguatan pendidikan, dukungan organisasi profesi, dan peningkatan kompetensi individu.
Dengan pendekatan yang manusiawi dan teknologi sebagai mitra, akuntan dapat tetap relevan di era Society 5.0. Sebagai penutup, menegaskan bahwa teknologi bukan ancaman tetapi peluang bagi akuntan untuk berevolusi dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi masyarakat.
Diharapkan wawasan ini dapat memotivasi lebih banyak individu untuk berperan aktif dalam memajukan profesi akuntansi di masa depan. Transformasi sistem informasi akuntansi berbasis ERP (Enterprise Resource Planning) telah memungkinkan integrasi data antar unit organisasi secara komprehensif.
ERP memperkuat pengendalian internal dan efisiensi proses pelaporan, sekaligus membuka jalan bagi otomatisasi fungsi keuangan, pelacakan anggaran, dan peningkatan akurasi dalam penyusunan laporan.
Penerapan sistem ERP yang terhubung dengan modul keuangan, manajemen aset, dan pengadaan juga mendorong peningkatan transparansi dan akuntabilitas institusi.
Ditengah dinamika global yang terus berubah, akuntansi sebagai sistem informasi keuangan tidak bisa lagi dipahami secara statis. Akuntansi berkembang dan bertransformasi seiring dengan perubahan lingkungan eksternal, baik dari sisi teknologi, ekonomi, sosial, maupun regulasi.
Setiap perubahan yang terjadi di lingkungan tersebut mendorong profesi dan praktik akuntansi untuk menyesuaikan diri agar tetap relevan dan mampu menjawab tantangan zaman.
Merespon fenomena perubahan lingkungan dan transformasi akuntansi khususnya akuntansi pemerintahan menjadi perhatian Prof. Darmawati sebagaimana diungkapkan pada pidato pengukuhan guru besarnya.
Menurut Darmawati, reformasi akuntansi pemerintahan penting dalam mewujudkan tata kelola keuangan negara yang transparan dan akuntabel di era digital.
Akuntansi pemerintahan tidak hanya sebagai alat pencatatan, namun juga sebagai mekanisme untuk membangun kepercayaan publik, mendukung pengambilan keputusan, dan mencegah penyalahgunaan keuangan negara.
Lebih jauh sekretaris departemen akuntansi tersebut memaparkan sejarah panjang akuntansi pemerintahan Indonesia, mulai dari masa kolonial hingga diberlakukannya sistem akuntansi berbasis akrual, serta platform digital seperti SPAN, SAKTI, dan SIPKD.
Peraturan baru seperti PP No. 1 Tahun 2024 disorot sebagai tonggak harmonisasi fiskal nasional yang mendorong penggunaan teknologi digital dalam pengelolaan keuangan negara baik pada tingkat pusat maupun tingkat daerah.
Reformasi akuntansi pemerintahan harus diarahkan pada tiga pilar utama: transparansi, akuntabilitas, dan kepercayaan publik. Dengan dukungan penelitian dan kolaborasi lintas sektor, akuntansi pemerintahan dapat menjadi penggerak utama tata kelola keuangan yang berkeadilan dan berkelanjutan serta dapat mencegah fraud atas pengelolaan keuangan negara.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan