“PLN masih membahas anggarannya. Kami sudah siapkan jalurnya, tinggal menunggu kesiapan mereka,” jelasnya.

Pembangunan ini akan dikoordinasikan bersama Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan dinas teknis lain agar standar desain, kedalaman, dan titik galian sesuai aturan serta tidak mengganggu infrastruktur eksisting.

Dengan perencanaan ini, Makassar menargetkan kota bebas kabel udara sekaligus meningkatkan estetika dan pendapatan asli daerah (PAD).

“Kami optimistis banyak provider telekomunikasi yang akan memanfaatkan jalur ini,” tutur Ricky.

Ricky Fandi, menegaskan bahwa pembangunan ducting sharing di Kota Makassar akan menjadi fondasi utama menuju smart city.

Melalui infrastruktur bawah tanah ini, seluruh jaringan kabel udara yang selama ini menumpuk di tiang akan dipindahkan, menciptakan tata kota yang lebih rapi dan aman.

“Skema ini kami sebut sebagai jalan tol menuju smart city. Dasar awalnya adalah membangun infrastruktur bawah tanah agar tidak ada lagi kabel udara yang semrawut,” ujar Ricky dalam pemaparan rencana investasi.

Menurutnya, saat ini sejumlah provider besar, termasuk penyedia layanan luar negeri, sudah menunjukkan minat tinggi untuk bergabung.

Provider-provider yang selama ini menumpang di tiang milik pihak lain akan diarahkan untuk masuk ke jalur ducting.

“Mereka siap berinvestasi karena proyek ini salah satu yang terbesar di Indonesia,” jelasnya lagi.

Ricky menilai, keberhasilan program sangat ditentukan oleh skema kerja sama yang tepat. Maka Pemerintah kota harus menjadi pihak penyedia infrastruktur agar potensi retribusi bisa maksimal.

Berdasarkan perhitungan awal, investasi tahap pertama yang mencakup enam ruas jalan sepanjang sekitar 15 kilometer diperkirakan menelan biaya sekitar Rp33,4 miliar, atau setara Rp2,1 miliar per kilometer (sekitar Rp2,1 juta per meter).

“Angka ini masih estimasi. Bisa naik atau turun tergantung metode galian dan material yang digunakan. Ada dua opsi, teknik flinching yang minim galian, atau boring yang langsung memasukkan pipa,” kata Ricky.

YouTube player