“Kami berharap kawasan lain seperti Tanjung Bunga atau Citra CPI juga dapat menerapkan sistem serupa,” katanya.

Helmy menjelaskan, sebelum MoU diteken, pihaknya telah melakukan riset dan pendataan. Dari hasil kajian, TPS3R Bukit Baruga melayani 840 kepala keluarga dengan potensi pengolahan sampah sekitar 2,5 ton per hari, atau sekitar 75 ton per bulan.

“Jika dikelola secara mandiri, kami memperkirakan hanya sekitar 13 persen sampah residu yang tersisa. Artinya, 87 persen sampah sudah terkelola melalui proses pemilahan, daur ulang, dan pemanfaatan kembali,” jelasnya.

Untuk mendukung keberlanjutan program, Pemkot menyiapkan insentif berupa pengurangan biaya retribusi. Helmy menuturkan, insentif itu diberikan sesuai jumlah tonase sampah yang berhasil dikelola secara mandiri.

“Semakin banyak kawasan yang melakukan hal yang sama, semakin kecil beban TPA dan semakin besar peluang kita mewujudkan Makassar sebagai kota dengan pengelolaan sampah modern dan berkelanjutan,” tegasnya.

Sementara itu, CEO Kalla Land & Property Ricky Theodores menyatakan kerja sama ini menjadi langkah strategis Bukit Baruga dalam mengelola sampah secara mandiri dengan mengedepankan tiga prinsip utama, yakni reduce, reuse, dan recycle.

“Intinya bagaimana sampah ini kami kelola sendiri dan berperan aktif mendukung program Kota Makassar dalam mengurangi dampak lingkungan yang buruk dari sampah,” kata Ricky.

Ricky menjelaskan, reuse berarti menggunakan kembali sampah yang masih dapat dimanfaatkan untuk fungsi yang sama atau berbeda, reduce berarti mengurangi potensi timbulan sampah sejak awal, sedangkan recycle berarti mendaur ulang sampah menjadi barang atau produk baru yang bermanfaat. Ia menambahkan, sistem ini akan mendorong warga Bukit Baruga melakukan pemisahan sampah sejak dari rumah. Sampah organik dan anorganik akan diolah di fasilitas TPS3R yang disiapkan, sementara residu yang tidak bisa didaur ulang akan dibuang ke TPA.

YouTube player