MAKASSAR – Anggota DPRD Kota Makassar, Fasruddin Rusli menilai fenomena anak jalanan, gelandangan dan pengemis (Anjal-Gepeng) semakin semrawut. Sehingga, Dinas Sosial (Dinsos) diminta untuk lebih serius menangani Anjal-Gepeng tersebut.

 

Hal itu Fasruddin Rusli sampaikan saat menggelar sosialisasi peraturan daerah (Perda) nomor 2 tahun 2008 tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan Pengemis dan Pengamen di Kota Makassar, di Hotel Almadera, Senin (28/2/2022).

 

“Saya sudah beri masukan dan ini harus serius dalam menangani anjal dan gepeng di Makassar,” tukas Acil.

Berdasarkan pandangannya, sambung politisi PPP ini, anjal dan gepeng disinyalir terorganisir. Anjal yang rata-rata dibawah 15 tahun disuplai dari daerah dan diberi target untuk mengais rupiah.

 

 

 

“Kita pantau, Jalan Pettarani, Landak dan Kakatua ada yang suplai. Kami melihat ada 30 orang yang diturunkan dalam satu mobil untuk mengemis,” ungkapnya.

 

“Mereka disuruh mengemis lama, subuh baru dijemput kembali. Setiap anak ditarget Rp50ribu baru bisa beristirahat. Ini sangat miris sekali,” tambahnya.

 

Sehingga, Acil mengajak agar membantu menyebarluaskan perda tentang anjal dan gepeng di wilayahnya. Tujuannya, mereka paham apa yang tidak boleh dilakukan di jalan raya yang bisa menganggu ketertiban umum.

 

“Semoga dengan penyebarluasan perda ini angka anjal dan gepeng bisa menurun,” tukasnya.

 

 

 

Sementara, Narasumber Kegiatan Ikhsan Said menyampaikan, anjal adalah imereka yang beraktivitas di jalanan sekitar delapan jam. Sehingga, memang perlu pengawasan dan kontrol dari pemerintah.

 

“Sementara, gelandangan sesuai perda ini yakni seseorang hidup tidak layak dan tidak memiliki pekerjaan. Gepeng ini pindah-pindah,” jelas Ikhsan.

 

“Pengemis, mereka yang mengatasnamakan lembaga dan mencari penghasilan dengan meminta-minta dijalan atau ditempat umum,” tambahnya.

 

 

 

Pembinaan anjal dan gepeng, sambung Ikhsan, ada tiga yakni pencegahan, pembinaan lanjutan dan rehabilitasi sosial.

 

“Langkah pencegahan ada empat, diantaranya itu pendataan dan pemantauan,” katanya.

 

Terpisah, Narasumber Kegiatan, Fajar Baharuddin mengatakan, angka anjal dan gepeng pasca ditetapkan Perda Nomor 2 Tahun 2008 terus mengalami peningkatan. Data terbaru, jumlah anjal dan gepeng menyentuh angka 70ribu.

 

 

 

“Ini saya kira perda harus direvisi. Sudah banyak yang tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini,” ungkap Bojang—sapaan akrabnya.

 

Dia mengusulkan, poin tambahan dalam perda nantinya ada item yang mengatur keberadaan pak ogah. Sebab, pak ogah ini dinilai menganggu ketertiban umum utamanya dalam berkendara.

 

“Kenapa mereka memilih dijalan itu karena ada kesenjangan. Tidak meratanya kaya dan miskin. Nah, inimi yang perlu diatur sedemikian rupa,” tandasnya.