Berdasarkan hasil kajian Perda Perlindungan Guru Kota Makassar yang dilakukan maka para aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Provinsi Sulawesi Selatan menyatakan “MENOLAK PERDA PERLINDUNGAN GURU” tersebut. Ada beberapa alasan yang disampaikan terkait penolakan tersebut.

Pertama, secara Filosofis, Sosiologis dan Yuridis Perda Perlindungan Guru bertentangan dengan spirit, prinsip-prinsip Hak dan Perlindungan Anak, Children Mainstreaming yang dicapai sejauh ini,

Kedua, materi Perda Perlindungan Guru secara substantif telah diatur dalam peraturan perundang-undangan sebelumnya, antara lain Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2008 tentang Guru, serta Kode Etik Guru Indonesia,

Ketiga, secara substansi, Perda Perlindungan Guru tidak sejalan dengan sinkronisasi peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang terkait dengan Perlindungan Anak

Keempat, Perda Perlindungan Guru bertentangan dengan semangat harmonisasi dan Implementasi kebijakan Kota Layak Anak,

Kelima, Perda Perlindungan Guru membuat rancu implementasi Sekolah Ramah Anak (SRA). Pada bagian ini para aktivis sepakat bahwa dalam konteks SRA, dan sekolah pada umumnya, maka tanggung jawab perlindungan anak justru berada di pundak guru.

Adanya catatan kritis ini mengindikasikan Perda Perlindungan Guru memiliki sejumlah kelemahan sehingga diminta untuk dilakukan uji legislasi.

Baca Juga : Mewakili Bupati Pangkep, Sabrun Resmikan Gedung Guru untuk PGRI

Nonton Juga