RAKYAT.NEWS, MAKASSAR – Reklamasi pesisir Makassar yang masuk sejak 2014 lalu kini masih berlanjut dan mengakibatkan terjadinya sejumlah pelanggaran seperti perampasan ruang hidup dengan menimbun wilayah tangkap nelayan sekitar penggusuran terhadap 43 kepala keluarga nelayan dan perempuan.

Reklamasi semakin meluas, kini menyasar Pulau Lae-Lae yang dihuni sekitar 1700 jiwa dan akan menimbun wilayah tangkap Nelayan ini mencapai 12, 11 ha, dilakukan sebagai lahan pengganti akibat kekurangan lahan di objek reklamasi CPI sebelumnya.

PT. Yasmin Bumi Asri merupakan perusahaan yang mendapat kepercayaan untuk menjadi kontraktor reklamasi pulau Lae-Lae.

Rencana reklamasi pulau Lae-Lae, didasarkan pada Perda No. 3 Tahun 2022 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dan Peraturan Gubernur No. 14 tahun 2021 tentang pembangunan Destinasi Wisata Bahari di Pulau Lae-Lae, yang menjadi dalam merencanakan pembangunan kawasan destinasi wisata bahari di Pulau Lae-Lae.

Sejauh ini, berbagai upaya penolakan warga pulau Lae-Lae terhadap rencana reklamasi telah dilakukan. Penolakan menghadiri sosialisasi AMDAL, penolakan tim pekerja dari PT. Yasmin untuk pelaksanaan reklamasi, hingga aksi parade perahu nelayan “Tolak Reklamasi Pulau Lae-Lae” adalah rangkaian upaya perlawanan warga pulau Lae-Lae menolak reklamasi.

Selain itu kasus reklamasi juga terjadi di Kawasan pesisir kota Makassar yakni Proyek pembangunan pelabuhan Makassar New Port yang ditetapkan sebagai kawasan terpadu pusat bisnis, tertuang didalam Perda No. 9 Tahun 2001 tentang Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sulawesi Slatan dan Perda No.4 Tahun 2015 tentang RTRW Kota Makassar yang akan mereklamasi laut seluas 4.500 Ha.